Berikut akan dijelaskan mekanisme sistem pertahanan tubuh
ketika tubuh kita terkene luka. Pada dasarnya dalam sistem pertahanan tubuh
terdapat beberapa tahap yaitu sistem pertahanan tubuh garis pertama, sistem
pertahanan tubuh garis kedua, dan sistem pertahanan tubuh garis ketiga. Sistem
pertahanan tubuh garis pertama dan kedua merupakan pertahanan tubuh nonspesifik dan sistem pertahanan tubuh garis ketiga merupakan sistem pertahanantubuh spesifik.
Sistem pertahanan tubuh garis pertama yang berperan adalah Kulit,
Membran mukosa, Sekresi dari kulit dan membrane mukosa. Sistem pertahanan tubuh
garis kedua meliputi Sel darah putih fagositik, Protein antimikroba, Respons peradangan.
Sedangkan sistem pertahanan tubuh garis ketiga yang berperan adalah Limfosit
dan Antibodi.
Ketika tubuh kita mendapatkan luka, maka selain reaksi
pembekuan darah, tubuh juga dengan cepat melindungi bukaan pada luka dari
infeksi bakteri dan mikroorganisme lainnya. Adanya luka secara langsung telah
merusakkan sistem pertahanan tubuh nonspesifik.
Ketika terjadi luka, histamin dilepaskan oleh mast
cell (mastosit), dan sel basofil yang tersebar di seluruh jaringan.
Histamin yang diterima reseptor pada otot polos dan endotelium di dinding
kapiler darah menyebabkan kapiler darah mengalami vasodilatasi (penambahan
diameter), sementara vena menyempit. Hal ini menyebabkan kapiler darah menjadi
lebih permeabel. Daerah tersebut akan terlihat memerah dan membengkak.
Selain mengeluarkan histamin, mastosit juga menghasilkan
faktor kemotaksis untuk ‘menarik’ dan mengaktifkan eosinofil, neutrofil, dan monosit
(sel fagosit), serta faktor pengaktif keping darah yang akan terlibat dalam
proses pembekuan darah. Sel fagosit, baru akan terlihat di sekitar daerah luka
setelah sekitar 30 sampai 90 menit kemudian.
Eosinofil berperan dalam menghambat dan mengurangi konsentrasi histamin
yang dikeluarkan mastosit, agar tidak terjadi reaksi yang berlebihan. Jika
terjadi infeksi oleh bakteri, maka neutrofil akan mengaktifkan lisosom.
Lisosom melepaskan enzim lysozim yang akan mendegradasi bakteri dan sel-sel
dari jaringan yang rusak di sekitar luka.
Monosit dan makrofag juga menghasilkan endogenous pyrogen. Zat ini memberikan sinyal
pada pengatur suhu di hipotalamus, untuk menaikkan suhu tubuh beberapa derajat.
Kita menyebut situasi ini sebagai demam. Hal ini terjadi terutama jika infeksi
yang diderita cukup berat. Naiknya suhu tubuh dimaksudkan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri atau organisme patogen, agar lebih mudah dilumpuhkan.
Respons tubuh ini dapat dikatakan sebagai respons sistem pertahanan tubuh
nonspesifik dan belum melibatkan sel-sel limfosit.
Makrofag, yang jumlahnya hanya beberapa persen dari jumlah keseluruhan
leukosit ini memainkan peranan penting. Makrofag memiliki protein MHC
(macrophage’s histocompatibility complex) yang kemudian akan berikatan dengan
antigen pada mikroba. Kompleks MHC-antigen ini kemudian dimigrasikan ke membran
sel makrofag.
Sel limfosit juga turut serta dalam melumpuhkan mikroba yang
masuk ke dalam tubuh, hanya saja dengan mekanisme yang berbeda. Sel limposit B dengan
reseptor komplemen berikatan dengan antigen dari bakteri atau organisme
patogen. Hal ini untuk mengenali antigen tersebut. Limfosit B akan membelah dan
berdiferensiasi menjadi sel memori dan sel plasma. Sel plasma menyekresikan
antibodi yang dapat melumpuhkan mikroba yang masuk ke dalam cairan tubuh
(humor). Target operasi limfosit B adalah bakteri, virus yang berada di luar
sel, jamur dan protista. Limfosit T membentuk sistem kekebalan seluler. Sel
sitotoksik akan menempel pada sel yang sudah terinfeksi virus, sel kanker, atau
sel asing yang ditransplantasikan ke tubuh.
Reseptor pada sel T penolong berikatan dengan kompleks
MHC-antigen makrofag. Ikatan ini menyebabkan sel T penolong menghasilkan hormon
interleukin yang menginduksi sel T penolong untuk membelah dan berdiferensiasi
menjadi sel memori. Sel T penolong juga dapat berikatan dengan sel limfosit B
dan menginduksi (dengan bantuan hormon interleukin) sel limfosit B untuk membelah
dan berdiferensiasi menjadi sel memori dan sel plasma. Sel plasma akan
menyekresikan antibodi.
Antibodi yang disekresikan sel plasma akan berikatan dengan
antigen mikroba, untuk kemudian dapat dikenali oleh makrofag dan dicerna. Fenomena
ini disebut opsonic adherence (Opsin
adalah istilah yang berarti "bersiap untuk makan") atau opsonisasi.
Proses ini pada dasarnya adalah mekanisme penandaan sel mikroba pelumpuh
antigen dengan antibodi.
Sel T sitotoksik juga dapat aktif membelah dan
berdiferensiasi dengan bantuan hormon interleukin yang disekresikan dari sel T
penolong. Sel sitotoksik mengenali sel-sel asing atau sel yang terinfeksi virus
di dalam tubuh, kemudian menguraikan membran selnya dengan protein yang
dihasilkannya. Hal ini sangat penting, karena antibodi tidak dapat menyerang
patogen yang telah menginfeksi sel tubuh.
Sumber : Praktis Belajar Biologi Kelas
XI, Pengarang Fictor Ferdinand dan Moekti Ariebowo
Demikian
saya ucapkan terima kasih untuk kunjungannya, semoga bermanfaat bagi kita
semua. Silahkan kasih komentar jika ada yang hal-hal yang ingin ditanyakan
tentang Materi dan Soal Biologi SMP SMA Rembang.
Atau contact saya di no HP. 085641467626. Atau via email di co.gaul86@gmail.com.
No comments:
Post a Comment
Silahkan masukkan komentar dan saran sesuai dengan postingan di atas. Untuk masalah di luar postingan di atas, silahkan tinggalkan pesan di buku tamu. Oke gan !! Atau yang maw bertanya seputar masalah biologi silahkan.